Minggu, 01 Desember 2013

Anjing-zone

Meskipun masa SMA gue gak terlalu mengenakan selain selalu dihindari karena dianggap terlalu homo. Seperti selayaknya ababil-ababil masa kini, gue pun mengalami yang nama-nya jatuh cinta. Kalo kata orang. Jatuh Cinta di masa SMA itu sangat Indah, apa yang gue alami, sesungguhnya jauh dari Indah, enggak juga Dewi, apalagi Pertiwi. Kalo masalah yang banyak dialami ababil-ababil adalah engga mampu untuk mengungkapkan perasaan dan sebagainya. Masalah yang sering gue alami adalah. Terlalu sering ditolak karena gue terlalu Baik.

Sungguh Absurd memang jika di bayangkan, kenapa cewek jaman sekarang selalu menolak cowok yang baik. Entah apa yang ada dipikiran mereka, dan seharusnya kita tidak pernah mempertanyakan jalan pikiran seorang cewek. karena, itu jauh lebih rumit daripada rumus Matematika dari Afrika. Seperti apa yang Raditya Dika pernah bilang di sesi stand up comedy nya, yang udah ditonton jutaan orang di Youtube “Cowok itu ada 2 tipe, kalo gak Bajingan dia Homo.” Yap, itu adalah “Cowok” dimata cewek jaman sekarang.

Apa rasa nya, di kategorikan di dalam sesuatu yang bukan kita sendiri gitu. Gue yakin betul kalo Homo yang Raditya Dika maksud adalah cowok baik, karena kebanyakan mereka macarin Bad-Boy dan akhirnya di putusin, maka cowok bad boy akan menjadi Bajingan.

Cinta itu kayak Game buat mereka, kalo udah bosen, ya  dibuang, atau di blender, lalu cari yang baru.

Lebih lucu-nya lagi kalo mereka udah diputusin sama cowok Bad-Boy, mereka akan mem-bombardir Timeline Twitter dengan kata “Cowok itu dimana-mana sama aja.” Yang sebenarnya bukan cowok yang sama aja, tapi taste kalian yang begitu-begitu aja. Gue tau mungkin cowok-cowok Bad-Boy itu terlihat Tough, Cool, Berwibawa, Bersuara Berat dan Seksi. Padahal sebenarnya apa yang mereka lihat adalah seorang cowok yang Idiot, Mentally Weak, Over-Horny, dan sesungguhnya mereka hanya peduli dengan Paha-Dada kalian saja.

Beda dengan kita-kita cowok baik yang terlihat, Lemah, Lembut, Beringus, Kurus, dan terlihat seakan-akan akan hancur dan mati hanya karena kebakar

Dan lucu-nya adalah, cewek seakan-akan gak pernah bosen buat macarin Bad-Boy. Apakah mereka mungkin udah bosen di bilang cantik, dan apakah konversasi mereka sekarang jadi begini.

“Sayang..”

“Iya, kenapa.?”

“Aku cantik gak menurut kamu.?”

“Engga!. Kamu tuh jelek banget tau gak!”

“Oh, makasih sayang.”

“Sayang.”

“Apa.?”

“Itu, Idung kenapa bisa jadi ada di Jidat.?, operasi plastik gih, aku eneg banget sama muka kamu.”

“Makasih sayang.”

Atau mungkin lebih parah.

“Sayang, Aku hari ini ke rumah kamu ya.”

“Kenapa.?”

“Aku mau BUNUH kamu sayang.”

“Waw!, seru banget tuh.”

“Iya, Seru kan. Aku juga bakal potong paha kamu, dan bakal aku goreng, enak kan Paha Barbekyu.?”

“Iya, haha enak tuh.”

Sungguh kacau dunia jika pasangan menjadi seperti itu. Sedih jika gue harus mengalami masa cinta SMA gue di jaman yang edan seperti ini. seperti beberapa bulan yang lalu, gue suka sama seorang cewek bernama… hmm.. sebut saja dia dengan Nama Samaran. Gue suka sama Nama Samaran karena, dia terlihat sopan, baik, smart. Nama Samaran sungguh berbeda dari semua cewek yang pernah gue temui. HAH!, aneh banget gue harus nulis Nama Samaran di setiap bagian cerita, capek juga gue nulis nya.

Hmmm.. mari kita sebut saja dia Friska, gokil nama-nya cantik amat. Iyalah secantik wajah-nya. Gila loe liat skill mengombal gue yang semakin lama semakin pro. Okesip. Pada saat gue jatuh cinta sama Friska itu, gue belum tau prinsip-prinsip percintaan jaman sekarang, macam Nice guys finish last. karena terlalu lama menghabiskan masa kecil sampe SMA di-rumah, dan kerjaan nya nontonin FTV. Maka yang gue tau tentang cinta cuma. Jatuh Cinta > PDKT > Berantem > Pacaran > Lagu ST12 menggema. Cuma itu yang gue tau tentang cinta.

Gue adalah seorang Introvert sejati. Setiap kali gue ketemu sama orang yang engga gue kenal, gue selalu awkward, terlalu banyak yang dipikir, engga bisa santai. Entah kapan kebiasaan ini bakal hilang dari gue.. Sebagai usaha gue untuk menghilangkan sindroma ini, maka gue pun memberanikan diri untuk kenalan sama orang yang engga gue kenal, dan dia cewek, dan gue suka sama dia. Gila gak sih gue.

Ibaratkan belajar Taekwondo. Gue gak belajar basic-basic nya dulu, dan langsung lawan Atlit Taekwondo terbaik dunia Mon Dae Suk, lalu gue mati.

Maka engga mau menunggu lama, gue pun langsung mengajak kenalan Friska pada suatu hari, di siang hari, yang panas, berdebu, dan banyak tukang cendol lewat.

Selayaknya cewek sekolahan yang juga kutu buku, dia selalu duduk di taman, sambil membaca buku. Selain itu dia memang sering ada di taman, gue juga pertama kali ketemu dia di Taman. Mudah-mudahan dia bukan Waria anti-mainstream yang jual mahal gak mau nongkrong di Taman Lawang. Akan sungguh mengerikan kalo ternyata dia adalah seorang Waria. Engga terlalu jauh dari posisi Friska sedang duduk, ada gue yang lagi panik sama gue sendiri. Ah gue lakuin gak ya. Ah engga ah kapan-kapan aja. What! Jazz Man Up!!. Gitu-gitu aja yang muncul di kepala gue.

Gue mulai mengambil langkah demi langkah, satu langkah serasa gue mau mati. Semakin gue melangkah kedepan, semakin Friska terlihat. Sampai akhirnya Friska ada di depan gue persis. Gue melangkahkan kaki gue menuju Friska, saat ini gue udah bener-bener deket sama Friska. Mulut gue mulai mempersiapkan kata yang asik dan gak garing, akhirnya kata itu pun gue lontarkan (lebay amat).

“Serius amat baca nya, hehehe..” Ucap gue dengan pembawaan super santai, padahal di dalam nya, jantung serasa udah mau meledak.

“Ah, iya…” Friska langsung menoleh ke sebelah kanan, dia kaget. Perlahan dia menutup buku yang dia baca. “Tapi, kamu siapa ya.?” Lanjut Friska. Terkejut dengan kedatangan gue, mungkin. Dia berpikir kalo gue adalah Om-om Pedofil.

Sejenak otak gue langsung membeku, gue gak tau harus menjawab apa, tapi gue mencoba supaya diri gue terlihat tenang. Hingga akhirnya muncul sebuah jawaban. “Nah, karena itu..” jawab gue, gue sengaja menahan-nahan supaya dia penasaran.

“Kenapa sih.?” Jawab dia, Friska mulai terlihat kesal, ya gimana engga. Lagi enak-enak nya baca, tau-tau di datangin cowok kontet gak jelas.

“Iya, karena itu. Aku… mau…” ucap gue sambil sesekali menelan ludah, bahkan bukan menelan lagi tapi menenggak. “Aku.. hmm.. maksud aku, aku boleh.. kenalan.. sama kamu.. engga.?” Lanjut gue, saat ini. kayak nya nyawa gue udah keluar dari raga.

“Ohalahhh.. hahaha..” Friska menghela nafas. “Hmmm.. aku Friska. Kamu.?”

“Euh, aku Jazz.” Jawab gue, dan tentu nya. Gue mengerahkan 100% pronouncation inggris gue pada saat gue menyebut nama gue sendiri.

"Apa!?, Jess.. Jessica? Hahaha” dan ternyata tetep gak ngaruh.

“Bukan, J-a-z-z, musik jazz, tau kan.?” Jawab gue.

“Oh, iya-iya tau.” Jawab dia, untuk saat ini, Friska lebih tenang. 

Setelah itu, gue lah yang selalu memulai pembicaraan, tentu saja karena gue cowok, dan yang ngajak kenalan. Maka gue lah yang harus mencari-cari hal untuk di perbincangkan. Pertama gue mulai menanyakan genre buku apa yang Friska suka, dan dia jawab. “Aku sih suka apa aja yang enak di baca, tapi kalo disuruh milih sih, aku suka yang non-fiksi sama sci-fi.” Jawab dia. Lalu setelah itu gue mulai menanyakan buku apa yang lagi dia baca, ternyata itu buku nya John Green. Gue engga nyangka. Kalo ternyata Friska adalah fans nya John Green. Gue adalah fans berat nya John Green, dari karya-karya pertama nya gue udah baca. Meskipun gue pertama kali kenal dia dari video youtube nya.

Iya, dia juga seorang youtubers.

Gue sama Friska saling menanyakan apa yang kita suka. Hingga gue menemukan keresahan Friska sama ababil-ababil jaman sekarang yang tumbuh terlalu cepat. Sampai tweet-tweet ababil-ababil jaman sekarang yang isi nya pada mau mati semua. Sejauh obrolan pertama gue sama Friska, beberapa pemikiran dia cocok banget sama gue. dan semua itu, membuat gue merasa, kalo gue sama Friska emang ditakdirkan untuk jadian. Di akhir, Gue sama Friska saling follow di twitter. Karena saat ini gue masih belum berani buat minta nomor handphone nya langsung. Lagian kalo gue berani pun dia belum tentu bakal ngasih nomor nya ke gue

Dan seusai sesi follow-followan di twitter, Friska menarik tas nya yang dia simpan di bawah bangku taman. Dia mengambil ikat rambut dari dalam tas nya. Lalu dia mengikat rambut nya. Dan, pemandangan Friska mengikat rambut-nya yang panjang itu mungkin adalah pemandangan terindah yang pernah gue lihat. Entah udah seberapa keras otak gue menahan diri nya supaya gak pendarahan lalu membuat gue mimisan pas liat Friska mengikat rambut-nya.

Setelah mengikat rambut nya, Friska memakaikan jaket berwarna abu-abu dengan aksen merah ke tubuh nya sendiri. “Eh jazz, aku pulang dulu ya..” Pamit Friska. Gue membalasnya dengan anggukan karena, gue masih canggung.

Setelah itu Friska pulang dengan menggunakan motor matic nya. Malam-nya setelah gue kenalan pertama kali sama Friska, gue sama dia juga sempet mention-mentionan di twitter. Obrolan gue sama dia di Twitter, jauh lebih akrab daripada pada saat kita kenalan pertama kali.

1 minggu setelah kenalan pertama kali. Gue akhirnya berani buat ngajak dia nge-date. Gue ajak dia ke tempat makan favorit gue, di daerah Riau. Berhubung itu adalah hari pertama kita berdua ngedate, kita lebih banyak diem-diem, dan sesekali ngomong. Akrab di Twitter engga berarti membuat kita jadi lebih akrab di dunia nyata.

Seusai kita makan, suasana semakin awkward, karena kita engga tau mau kemana.

“Yaudah deh..” Friska berusaha memecahkan kecanggungan diantara kita berdua yang lama-lama terlihat, kayak kucing mau kawin cekakak-cekikikan. “Karena, kita berdua Kutu Buku, gimana kalo kita nyari buku aja.”

Dengan tegas dan berani gue menjawab. “Ayo!.” Sungguh tidak jantan bagi gue yang seorang lelaki tapi gak bisa membuat rencana, padahal. Ini baru nge-date, gimana pas entar udah kawin. Gue sama Friska langsung pergi ke Gramedia di jalan Merdeka. Selain paling deket dari daerah Gue sama Friska makan. Disana juga yang paling lengkap dan paling gede di bandung. Gue langsung menyalakan mesin motor gue, dan Friska langsung duduk di belakang. Pada saat gue membonceng Friska, entah cuma gue atau semua cowok. Gue merasa gagah ketika membonceng Friska, kayak nya gue kena sindrom “Santai disini ada Aa” sungguh norak, tapi. Bukan jatuh cinta nama-nya kalo engga Norak.

Sesampainya di Gramedia. Gue sama Friska langsung jalan memasuki Gramedia. Di Gramedia ini rencana-nya Friska mau cari buku terbaru nya John Green The Fault In Our Stars. Dan gue juga mencari buku yang sama. Namun sayang-nya setelah kita berdua berkeliling Gramedia selama lebih dari 2 jam. Buku yang kita berdua cari gak ada disitu, kita juga udah tanya ke pramuniaga yang ada di Gramedia. Dan kata dia di Gramedia memang belum ada. Akhirnya kita pun keluar dari Gramedia. Dan diluar Gramedia, lagi-lagi kita diserang Awkward lagi. Tapi karena gue gak mau kejadian waktu sebelum ke Gramedia terulang lagi. Akhirnya gue pun memutuskan ke tempat dimana buku itu pasti ada. “Udah ke Periplus aja yuk, tapi bahasa inggris, gak papa kan. Disana pasti ada.” Usul gue ke Friska.

“Yaudah, ayo kita kesana.” Jawab Friska.

Kita berdua langsung meluncur ke Periplus di jalan Setiabudhi. Dan ternyata disana ada buku John Green terbaru itu, memang bahasa inggris. Eh, jangan hina gue karena terlihat bodoh. Gini-gini gue bisa bahasa inggris. Setelah itu, gue mengantar Friska kembali ke rumah. Sesampainya di rumah Friska, yang bisa di bilang gede, tapi engga gede juga. Gue mengantarkan Friska sampai di depan pintu. Engga lupa, gue langsung mempraktikan tips Raditya Dika kalo sehabis nge-date pertama kali nya, yaitu jangan pernah lupa buat bilang. “Hmm.. makasih ya, buat hari ini. aku seneng banget.” Jangan tanya perasaan gue pas bilang ini. karena kalo gue inget-inget, gue malah trauma.

“Ah, iya sama-sama, aku juga seneng kok, meskipun rada capek.” Jawab dia. Gue langsung gemeteran waktu tau kalo dia ternyata seneng juga.

Setelah mengucapkan beberapa kata sebelum pergi, akhirnya gue mulai melangkahkan kaki menuju pagar rumah Friska. Friska masih berdiri di depan pintu rumah nya, sambil senyam-senyum. Entah apa semua orang yang menjalankan First Date atau hanya gue saja. Jadi pas gue melangkahkan kaki ke pagar rumah Friska. Karena basic gue nya yang masih pengin sama dia, akhirnya setiap gue mengambil langkah, gue ngeliat ke belakang, ngambil langkah lagi, gue ngeliat ke dia, ngambil langkah lagi, gue ngeliat ke dia. Dan pas sampai di pagar pun, gue sama.

Gue sengaja membuka pagar pelan-pelan supaya masih bisa liat dia. Gue bukan pagar 5cm, gue ngeliat ke belakang, ngebuka 3cm, gue ngeliat ke belakang, gue ngebuka pagar per satu mili, gue ngelihat kebelakang. Dan bagian ini akan sangat lucu jika cerita ini di Film-kan.

Setelah drama-menengok-kebelakang berakhir, gue akhirnya bisa pulang tanpa harus diusir bokap nya Friska. Dan, sesampainya di Rumah, kalian bisa nebak apa yang gue lakukan dirumah. Yap, gue pun mengalami drama gak bisa tidur sehabis first date. Engga cuma cewek, cowok juga selalu mengalami drama beginian. Gue teringat kalo Friska itu lebih suka Anjing daripada Kucing, ya, meskipun selalu ada drama, kalo Muslim engga boleh melihara Anjing. Tapi, Keluarga nya Friska gak terlalu masalah sama itu. Dan membiarkan Friska memelihara Anjing.

Dia cerita kalo dia punya 3 jenis Anjing, tapi semua nya kecil-kecil. Dia sebenarnya sempat punya Anjing Golden Retriever, cuma, anjing itu tumbuh jadi lebih besar dari Friska nya sendiri. Jadi aja itu Anjing dikasihin ke orang. Dia bilang kalo menurut dia Anjing itu lebih Lucu, Baik, Friendly, dan Penyayang dari pada Kucing.

Dan gue sempat ditanya juga sama Friska. Binatang apa yang gue suka, dengan tegas gue langsung menjawab kalo itu Anjing. Alasan gue suka anjing kurang lebih sama kayak Friska. Tapi, karena gue males buat ngurus-nya, boro-boro Anjing, ngurus diri sendiri aja masih susah.

1 minggu setelah-nya, gue mulai berencana buat nembak Friska. Ini adalah percobaan ketiga gue buat nembak cewek, ini saat SMA ya. Kalo di hitung sejak SMP. Udah gak kehitung. Sebelum gue nembak Friska, gue mempersiapkan ratusan atau bahkan berjuta-juta skenario yang harus gue lakukan pada saat menembak Friska. Apakah gue harus langsung keluarkan teknik RPG dengan langsung dor! Tembak aja, atau. Gue harus pakai teknik melee attack, yaitu pelan-pelan namun pasti. Gue malah bingung sendiri.

Hingga akhirnya, pada suatu sore, dalam rangka date yang udah keberapa kali nya gue lupa. Gue membiarkan arus membawa gue ke suasana dan time yang tepat buat gue mengungkapkan perasaan gue ke Dia. Sampai akhirnya Waktu yang gue rasa tepat pun datang, saat gue sama Friska lagi makan Nasi Goreng dipinggir jalan Asia Afrika. Gue berdiri salah tingkah, kaki gue bergerak kesana kemari, sesekali gue mengiggit bibir bawah gue sampe sariawan. Tinggal tunggu waktu hingga gue mengambil pisau tukang Nasi Goreng dan menggorok diri gue sendiri, karena saking tegang-nya.

Friska yang ada di sebelah kanan gue lagi duduk, tampak-nya menyadari ada yang aneh sama gue. “Kenapa jazz.. kamu.. Sakit.?” Tanya Friska.

“Ah, engga kok..” jawab gue sambil gemeteran.

Nasi Goreng yang dibuat oleh si Mang Nasi Goreng (bukan nasi padang), pun selesai di hidangkan, dia mengambil sebongkah kerupuk, lalu dia sebarkan di Piring Nasi Goreng kita. Si Mang Nasi Goreng itu berjalan menuju gue “Nih A, Nasi Goreng nya.” Gue menerima 2 piring itu, dengan tangan setengah gemetar.

Gue memberikan satu Piring ke Friska. Dan kita berdua pun makan, di tengah-tengah lautan ababil-ababil yang lagi pada foto-foto narsis di depan bangunan tua Asia Afrika, gue lagi bingung dan panik. Apa gue harus bilang ini ke dia atau engga ya.? Tanya gue dalam hati, jelas. Gue mau-nya bilang ke dia, cuman yaitu. Gue ngerasa kayak bakal ada yang mati kalo gue bilangin perasaan gue ke Dia. Ini ngeri banget. Tapi, perlahan gue mulai memberanikan diri. 

“Hmm.. Friska.”

“Hmm.. Kenapa jazz.” jawab Friska, dia menaruh Piring itu di kaki nya, lalu mengangkat rambut nya dengan tangan kiri-nya yang menyenggol salah satu kerupuk di Piring.

“Hmm, gini, Hahh.. dari cara aku ngomong aja, kamu pasti tau kan.? Aku mau ngomongin apaan.?” Kata gue,  yang gue rasa saat ini, gue butuh Ambulance yang siap menjaga gue.

“Apa toh jazz.. haha santai-santai.” Jawab Friska sambil ketawa kecil.

“Hahh… hahh… gini, ini, udah berapa lama kita kenal, aku engga tau..” gue berhenti sejenak, lalu mengambil minuman botol di sebelah gue, untuk menenangkan diri gue sedikit. “Tapi yang jelas, sekarang yang terjadi. Aku suka sama kamu.” Gue menghela nafas.

“Ini sebenernya udah lama.. bahkan sejak pertama kali ketemu, yaiyalah, mana ada cowok mau kenalan sama cewek kalo dia engga suka sama cewek itu kan. Dan kamu tahu gimana rasa-nya, pas aku tahu kalo kamu engga punya pacar, itu tuh. Kayak aku berhasil dapetin Messi di Fifa Ultimate Team, bahkan bisa di bilang lebih dari itu, ya mungkin kamu engga ngerti ya, gimana rasa nya dapetin Messi di Fifa Ultimate Team karena kamu cewek.” Gue berhenti sejenak, sambil menyedot habis minuman gue. Oke langsung to the Point pikir gue.

“Dan setelah semua yang gue lakuin buat lebih deket sama kamu, ya, mungkin ini saat nya buat aku minta kamu, Jadi pacar aku, Friska.” Saat ini, gue merasa kalo jantung gue udah lepas dari badan gue.

Sempat terjadi jeda keheningan antara gue sama Friska, yang seharus nya kalo di FTV ini udah ada lagu ST12 mengiringi keheningan. “Hahh..” Friska menarik nafas panjang, lalu melihat ke jalanan Asia Afrika yang ramai lancar pada saat itu. “Gimana ya.. sebenernya,  kamu itu Lucu, Friendly, Penyayang, Baik. Sampai-sampai banyak yang ngira kamu Homo. Dan menurut aku, itu tuh tipe cowok kesukaan cewek banget.” Yang bener aja  jawab gue dalam hati. Otak gue sudah siap menghafalkan lagu D’Masiv dan ST12 untuk gue nyanyikan kalo seandainya gue ditolak.

“Kayaknya….” Friska menghentikan ucapan nya, lalu kembali mengalihkan pandangan nya ke Jalanan. Namun, beberapa detik kemudian, dia langsung melihat kearah gue. “Kayaknya… Kamu tuh… sebenernya.. lebih asik buat dijadiin temen.. jadi..”

“Haha..” gue memotong kalimat akhir Friska, karena buat apa juga, gue udah tau jawaban-nya. “Jadi temen aja dulu kan.. hahah.. udah sering aku kayak gini, UDAH PRO HAHA. Haha. Haha.” Lanjut gue.

Friska memalingkan wajah nya ke arah jalanan, begitu juga gue. kita sama-sama diam, sama-sama kemakan kecanggungan, dan malahan, semua terasa kayak semakin canggung malah semakin baik. Setelah cukup lama kita saling berdiam diri. Gue yang mulai diserang capek mau pulang aja. “Pulang yuk..” kata gue. setelah itu gue mengantar Friska pulang kerumah nya, di perjalanan pun, kita engga ngomong apa-apa. Sesampainya di Rumah, Friska turun dari motor gue, dia menaruh Helm gue di jok. “Sorry ya..” kata Friska dengan nada lemas.

“Halahh, gak papa kok.” Jawab gue.

Akhirnya, setelah gue sampai di rumah. Karena udah saking sering-nya, gue udah gak ada Galau-galau-an lagi. Gue harap, akan ada suatu hari dimana, cowok-cowok bad-boy itu menjadi Homo semua, supaya nice guys kayak kita bisa dapetin cewek. entah siapa yang pertama kali merubah cowok dimata cewek, hingga semua nya jadi se-kacau ini.

Malahan dalam kasus ini, kalo gue lihat dari apa kata-kata Friska sebelum nya, gue bukan hanya di Friendzone-in, tapi di Anjing-zone-in.

Di-mata cowok, kalimat “Kapan ya.? Kita bisa punya pacar yang Baik, Pengertian, Peduli.”  Malah jadi omong kosong. Dan anggapan bahwa cowok baik Homo pun semakin kuat. Penderitaan cowok pun semakin bertambah Dunia dan Akhirat.

Lalu akankah ada hari dimana Cewek akan menyukai Nice Guys, entah lah kawan. Tidak ada satu pun manusia yang tahu itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...