Meskipun masa SMA gue gak terlalu mengenakan selain
selalu dihindari karena dianggap terlalu homo. Seperti selayaknya ababil-ababil
masa kini, gue pun mengalami yang nama-nya jatuh cinta. Kalo kata orang. Jatuh
Cinta di masa SMA itu sangat Indah, apa yang gue alami, sesungguhnya jauh dari
Indah, enggak juga Dewi, apalagi Pertiwi. Kalo masalah yang banyak dialami
ababil-ababil adalah engga mampu untuk mengungkapkan perasaan dan sebagainya.
Masalah yang sering gue alami adalah. Terlalu sering ditolak karena gue terlalu
Baik.
Sungguh Absurd memang jika di bayangkan, kenapa
cewek jaman sekarang selalu menolak cowok yang baik. Entah apa yang ada
dipikiran mereka, dan seharusnya kita tidak pernah mempertanyakan jalan pikiran
seorang cewek. karena, itu jauh lebih rumit daripada rumus Matematika dari
Afrika. Seperti apa yang Raditya Dika pernah bilang di sesi stand up comedy
nya, yang udah ditonton jutaan orang di Youtube “Cowok itu ada 2 tipe, kalo gak Bajingan dia Homo.” Yap, itu adalah
“Cowok” dimata cewek jaman sekarang.
Apa rasa nya, di kategorikan di dalam sesuatu yang
bukan kita sendiri gitu. Gue yakin betul kalo Homo yang Raditya Dika maksud
adalah cowok baik, karena kebanyakan mereka macarin Bad-Boy dan akhirnya di
putusin, maka cowok bad boy akan menjadi Bajingan.
Cinta
itu kayak Game buat mereka, kalo udah bosen, ya
dibuang, atau di blender, lalu cari yang baru.
Lebih lucu-nya lagi kalo mereka udah diputusin sama
cowok Bad-Boy, mereka akan mem-bombardir Timeline Twitter dengan kata “Cowok itu dimana-mana sama aja.” Yang
sebenarnya bukan cowok yang sama aja, tapi taste kalian yang begitu-begitu aja.
Gue tau mungkin cowok-cowok Bad-Boy itu terlihat Tough, Cool, Berwibawa,
Bersuara Berat dan Seksi. Padahal sebenarnya apa yang mereka lihat adalah
seorang cowok yang Idiot, Mentally Weak, Over-Horny, dan sesungguhnya mereka
hanya peduli dengan Paha-Dada kalian saja.
Beda dengan kita-kita cowok baik yang terlihat,
Lemah, Lembut, Beringus, Kurus, dan terlihat seakan-akan akan hancur dan mati
hanya karena kebakar
Dan lucu-nya adalah, cewek seakan-akan gak pernah
bosen buat macarin Bad-Boy. Apakah mereka mungkin udah bosen di bilang cantik,
dan apakah konversasi mereka sekarang jadi begini.
“Sayang..”
“Iya, kenapa.?”
“Aku cantik gak menurut kamu.?”
“Engga!. Kamu tuh jelek banget tau gak!”
“Oh, makasih sayang.”
“Sayang.”
“Apa.?”
“Itu, Idung kenapa bisa jadi ada di Jidat.?, operasi
plastik gih, aku eneg banget sama muka kamu.”
“Makasih sayang.”
Atau mungkin lebih parah.
“Sayang, Aku hari ini ke rumah kamu ya.”
“Kenapa.?”
“Aku mau BUNUH kamu sayang.”
“Waw!, seru banget tuh.”
“Iya, Seru kan. Aku juga bakal potong paha kamu, dan
bakal aku goreng, enak kan Paha Barbekyu.?”
“Iya, haha enak tuh.”
Sungguh kacau dunia jika pasangan menjadi seperti
itu. Sedih jika gue harus mengalami masa cinta SMA gue di jaman yang edan
seperti ini. seperti beberapa bulan yang lalu, gue suka sama seorang cewek
bernama… hmm.. sebut saja dia dengan Nama Samaran. Gue suka sama Nama Samaran
karena, dia terlihat sopan, baik, smart. Nama Samaran sungguh berbeda dari
semua cewek yang pernah gue temui. HAH!, aneh banget gue harus nulis Nama
Samaran di setiap bagian cerita, capek juga gue nulis nya.
Hmmm.. mari kita sebut saja dia Friska, gokil
nama-nya cantik amat. Iyalah secantik wajah-nya. Gila loe liat skill mengombal
gue yang semakin lama semakin pro. Okesip. Pada saat gue jatuh cinta sama
Friska itu, gue belum tau prinsip-prinsip percintaan jaman sekarang, macam Nice guys finish last. karena terlalu
lama menghabiskan masa kecil sampe SMA di-rumah, dan kerjaan nya nontonin FTV.
Maka yang gue tau tentang cinta cuma. Jatuh Cinta > PDKT > Berantem >
Pacaran > Lagu ST12 menggema. Cuma itu yang gue tau tentang cinta.
Gue adalah seorang Introvert sejati. Setiap kali gue ketemu sama orang yang engga gue
kenal, gue selalu awkward, terlalu banyak yang dipikir, engga bisa santai.
Entah kapan kebiasaan ini bakal hilang dari gue.. Sebagai usaha gue untuk
menghilangkan sindroma ini, maka gue pun memberanikan diri untuk kenalan sama
orang yang engga gue kenal, dan dia cewek, dan gue suka sama dia. Gila gak sih
gue.
Ibaratkan belajar Taekwondo. Gue gak belajar
basic-basic nya dulu, dan langsung lawan Atlit Taekwondo terbaik dunia Mon Dae
Suk, lalu gue mati.
Maka engga mau menunggu lama, gue pun langsung
mengajak kenalan Friska pada suatu hari, di siang hari, yang panas, berdebu,
dan banyak tukang cendol lewat.
Selayaknya cewek sekolahan yang juga kutu buku, dia
selalu duduk di taman, sambil membaca buku. Selain itu dia memang sering ada di
taman, gue juga pertama kali ketemu dia di Taman. Mudah-mudahan dia bukan Waria
anti-mainstream yang jual mahal gak mau nongkrong di Taman Lawang. Akan sungguh
mengerikan kalo ternyata dia adalah seorang Waria. Engga terlalu jauh dari
posisi Friska sedang duduk, ada gue yang lagi panik sama gue sendiri. Ah gue lakuin gak ya. Ah engga ah
kapan-kapan aja. What! Jazz Man Up!!. Gitu-gitu aja yang muncul di kepala
gue.
Gue mulai mengambil langkah demi langkah, satu
langkah serasa gue mau mati. Semakin gue melangkah kedepan, semakin Friska
terlihat. Sampai akhirnya Friska ada di depan gue persis. Gue melangkahkan kaki
gue menuju Friska, saat ini gue udah bener-bener deket sama Friska. Mulut gue
mulai mempersiapkan kata yang asik dan gak garing, akhirnya kata itu pun gue
lontarkan (lebay amat).
“Serius amat baca nya, hehehe..” Ucap gue dengan
pembawaan super santai, padahal di dalam nya, jantung serasa udah mau meledak.
“Ah, iya…” Friska langsung menoleh ke sebelah kanan,
dia kaget. Perlahan dia menutup buku yang dia baca. “Tapi, kamu siapa ya.?”
Lanjut Friska. Terkejut dengan kedatangan gue, mungkin. Dia berpikir kalo gue
adalah Om-om Pedofil.
Sejenak otak gue langsung membeku, gue gak tau harus
menjawab apa, tapi gue mencoba supaya diri gue terlihat tenang. Hingga akhirnya
muncul sebuah jawaban. “Nah, karena itu..” jawab gue, gue sengaja menahan-nahan
supaya dia penasaran.
“Kenapa sih.?” Jawab dia, Friska mulai terlihat
kesal, ya gimana engga. Lagi enak-enak nya baca, tau-tau di datangin cowok
kontet gak jelas.
“Iya, karena itu. Aku… mau…” ucap gue sambil
sesekali menelan ludah, bahkan bukan menelan lagi tapi menenggak. “Aku.. hmm..
maksud aku, aku boleh.. kenalan.. sama kamu.. engga.?” Lanjut gue, saat ini.
kayak nya nyawa gue udah keluar dari raga.
“Ohalahhh.. hahaha..” Friska menghela nafas.
“Hmmm.. aku Friska. Kamu.?”
“Euh, aku Jazz.” Jawab gue, dan tentu nya. Gue
mengerahkan 100% pronouncation inggris gue pada saat gue menyebut nama gue
sendiri.
"Apa!?, Jess.. Jessica? Hahaha” dan ternyata
tetep gak ngaruh.
“Bukan, J-a-z-z, musik jazz, tau kan.?” Jawab gue.
“Oh, iya-iya tau.” Jawab dia, untuk saat ini, Friska
lebih tenang.
Setelah itu, gue lah yang selalu memulai
pembicaraan, tentu saja karena gue cowok, dan yang ngajak kenalan. Maka gue lah
yang harus mencari-cari hal untuk di perbincangkan. Pertama gue mulai
menanyakan genre buku apa yang Friska suka, dan dia jawab. “Aku sih suka apa
aja yang enak di baca, tapi kalo disuruh milih sih, aku suka yang non-fiksi
sama sci-fi.” Jawab dia. Lalu setelah itu gue mulai menanyakan buku apa yang
lagi dia baca, ternyata itu buku nya John Green. Gue engga nyangka. Kalo
ternyata Friska adalah fans nya John Green. Gue adalah fans berat nya John
Green, dari karya-karya pertama nya gue udah baca. Meskipun gue pertama kali
kenal dia dari video youtube nya.
Iya, dia juga seorang youtubers.
Gue sama Friska saling menanyakan apa yang kita
suka. Hingga gue menemukan keresahan Friska sama ababil-ababil jaman sekarang
yang tumbuh terlalu cepat. Sampai tweet-tweet ababil-ababil jaman sekarang yang
isi nya pada mau mati semua. Sejauh obrolan pertama gue sama Friska, beberapa
pemikiran dia cocok banget sama gue. dan semua itu, membuat gue merasa, kalo
gue sama Friska emang ditakdirkan untuk jadian. Di akhir, Gue sama Friska
saling follow di twitter. Karena saat ini gue masih belum berani buat minta
nomor handphone nya langsung. Lagian kalo gue berani pun dia belum tentu bakal
ngasih nomor nya ke gue
Dan seusai sesi follow-followan di twitter,
Friska menarik tas nya yang dia simpan di bawah bangku taman. Dia mengambil
ikat rambut dari dalam tas nya. Lalu dia mengikat rambut nya. Dan, pemandangan
Friska mengikat rambut-nya yang panjang itu mungkin adalah pemandangan terindah
yang pernah gue lihat. Entah udah seberapa keras otak gue menahan diri nya
supaya gak pendarahan lalu membuat gue mimisan pas liat Friska mengikat
rambut-nya.
Setelah mengikat rambut nya, Friska memakaikan
jaket berwarna abu-abu dengan aksen merah ke tubuh nya sendiri. “Eh jazz, aku
pulang dulu ya..” Pamit Friska. Gue membalasnya dengan anggukan karena, gue
masih canggung.
Setelah itu Friska pulang dengan menggunakan motor
matic nya. Malam-nya setelah gue kenalan pertama kali sama Friska, gue sama dia
juga sempet mention-mentionan di twitter. Obrolan gue sama dia di Twitter, jauh
lebih akrab daripada pada saat kita kenalan pertama kali.
1 minggu setelah kenalan pertama kali. Gue
akhirnya berani buat ngajak dia nge-date. Gue ajak dia ke tempat makan favorit
gue, di daerah Riau. Berhubung itu adalah hari pertama kita berdua ngedate,
kita lebih banyak diem-diem, dan sesekali ngomong. Akrab di Twitter engga
berarti membuat kita jadi lebih akrab di dunia nyata.
Seusai kita makan, suasana semakin awkward, karena
kita engga tau mau kemana.
“Yaudah deh..” Friska berusaha memecahkan
kecanggungan diantara kita berdua yang lama-lama terlihat, kayak kucing mau
kawin cekakak-cekikikan. “Karena, kita berdua Kutu Buku, gimana kalo kita nyari
buku aja.”
Dengan tegas dan berani gue menjawab. “Ayo!.”
Sungguh tidak jantan bagi gue yang seorang lelaki tapi gak bisa membuat
rencana, padahal. Ini baru nge-date, gimana pas entar udah kawin. Gue sama
Friska langsung pergi ke Gramedia di jalan Merdeka. Selain paling deket dari
daerah Gue sama Friska makan. Disana juga yang paling lengkap dan paling gede
di bandung. Gue langsung menyalakan mesin motor gue, dan Friska langsung duduk
di belakang. Pada saat gue membonceng Friska, entah cuma gue atau semua cowok.
Gue merasa gagah ketika membonceng Friska, kayak nya gue kena sindrom “Santai
disini ada Aa” sungguh norak, tapi. Bukan jatuh cinta nama-nya kalo engga
Norak.
Sesampainya di Gramedia. Gue sama Friska langsung jalan
memasuki Gramedia. Di Gramedia ini rencana-nya Friska mau cari buku terbaru nya
John Green The Fault In Our Stars.
Dan gue juga mencari buku yang sama. Namun sayang-nya setelah kita berdua
berkeliling Gramedia selama lebih dari 2 jam. Buku yang kita berdua cari gak
ada disitu, kita juga udah tanya ke pramuniaga yang ada di Gramedia. Dan kata
dia di Gramedia memang belum ada. Akhirnya kita pun keluar dari Gramedia. Dan
diluar Gramedia, lagi-lagi kita diserang Awkward lagi. Tapi karena gue gak mau
kejadian waktu sebelum ke Gramedia terulang lagi. Akhirnya gue pun memutuskan
ke tempat dimana buku itu pasti ada. “Udah ke Periplus aja yuk, tapi bahasa
inggris, gak papa kan. Disana pasti ada.” Usul gue ke Friska.
“Yaudah, ayo kita kesana.” Jawab Friska.
Kita berdua langsung meluncur ke Periplus di jalan
Setiabudhi. Dan ternyata disana ada buku John Green terbaru itu, memang bahasa
inggris. Eh, jangan hina gue karena terlihat bodoh. Gini-gini gue bisa bahasa
inggris. Setelah itu, gue mengantar Friska kembali ke rumah. Sesampainya di
rumah Friska, yang bisa di bilang gede, tapi engga gede juga. Gue mengantarkan
Friska sampai di depan pintu. Engga lupa, gue langsung mempraktikan tips
Raditya Dika kalo sehabis nge-date pertama kali nya, yaitu jangan pernah lupa
buat bilang. “Hmm.. makasih ya, buat hari ini. aku seneng banget.” Jangan tanya
perasaan gue pas bilang ini. karena kalo gue inget-inget, gue malah trauma.
“Ah, iya sama-sama, aku juga seneng kok,
meskipun rada capek.” Jawab dia. Gue langsung gemeteran waktu tau kalo dia
ternyata seneng juga.
Setelah mengucapkan beberapa kata sebelum pergi,
akhirnya gue mulai melangkahkan kaki menuju pagar rumah Friska. Friska masih
berdiri di depan pintu rumah nya, sambil senyam-senyum. Entah apa semua orang
yang menjalankan First Date atau
hanya gue saja. Jadi pas gue melangkahkan kaki ke pagar rumah Friska. Karena
basic gue nya yang masih pengin sama dia, akhirnya setiap gue mengambil
langkah, gue ngeliat ke belakang, ngambil langkah lagi, gue ngeliat ke dia,
ngambil langkah lagi, gue ngeliat ke dia. Dan pas sampai di pagar pun, gue
sama.
Gue sengaja membuka pagar pelan-pelan supaya
masih bisa liat dia. Gue bukan pagar 5cm, gue ngeliat ke belakang, ngebuka 3cm,
gue ngeliat ke belakang, gue ngebuka pagar per satu mili, gue ngelihat
kebelakang. Dan bagian ini akan sangat lucu jika cerita ini di Film-kan.
Setelah drama-menengok-kebelakang berakhir, gue
akhirnya bisa pulang tanpa harus diusir bokap nya Friska. Dan, sesampainya di
Rumah, kalian bisa nebak apa yang gue lakukan dirumah. Yap, gue pun mengalami
drama gak bisa tidur sehabis first date. Engga cuma cewek, cowok juga selalu
mengalami drama beginian. Gue teringat kalo Friska itu lebih suka Anjing
daripada Kucing, ya, meskipun selalu ada drama, kalo Muslim engga boleh
melihara Anjing. Tapi, Keluarga nya Friska gak terlalu masalah sama itu. Dan
membiarkan Friska memelihara Anjing.
Dia cerita kalo dia punya 3 jenis Anjing, tapi semua
nya kecil-kecil. Dia sebenarnya sempat punya Anjing Golden Retriever, cuma,
anjing itu tumbuh jadi lebih besar dari Friska nya sendiri. Jadi aja itu Anjing
dikasihin ke orang. Dia bilang kalo menurut dia Anjing itu lebih Lucu, Baik,
Friendly, dan Penyayang dari pada Kucing.
Dan gue sempat ditanya juga sama Friska. Binatang
apa yang gue suka, dengan tegas gue langsung menjawab kalo itu Anjing. Alasan
gue suka anjing kurang lebih sama kayak Friska. Tapi, karena gue males buat
ngurus-nya, boro-boro Anjing, ngurus diri sendiri aja masih susah.
1 minggu setelah-nya, gue mulai berencana buat
nembak Friska. Ini adalah percobaan ketiga gue buat nembak cewek, ini saat SMA
ya. Kalo di hitung sejak SMP. Udah gak kehitung. Sebelum gue nembak Friska, gue
mempersiapkan ratusan atau bahkan berjuta-juta skenario yang harus gue lakukan
pada saat menembak Friska. Apakah gue harus langsung keluarkan teknik RPG
dengan langsung dor! Tembak aja, atau. Gue harus pakai teknik melee attack,
yaitu pelan-pelan namun pasti. Gue malah bingung sendiri.
Hingga akhirnya, pada suatu sore, dalam rangka date
yang udah keberapa kali nya gue lupa. Gue membiarkan arus membawa gue ke
suasana dan time yang tepat buat gue mengungkapkan perasaan gue ke Dia. Sampai
akhirnya Waktu yang gue rasa tepat pun datang, saat gue sama Friska lagi makan
Nasi Goreng dipinggir jalan Asia Afrika. Gue berdiri salah tingkah, kaki gue
bergerak kesana kemari, sesekali gue mengiggit bibir bawah gue sampe sariawan. Tinggal
tunggu waktu hingga gue mengambil pisau tukang Nasi Goreng dan menggorok diri gue
sendiri, karena saking tegang-nya.
Friska yang ada di sebelah kanan gue lagi duduk,
tampak-nya menyadari ada yang aneh sama gue. “Kenapa jazz.. kamu.. Sakit.?”
Tanya Friska.
“Ah, engga kok..” jawab gue sambil gemeteran.
Nasi Goreng yang dibuat oleh si Mang Nasi Goreng
(bukan nasi padang), pun selesai di hidangkan, dia mengambil sebongkah kerupuk,
lalu dia sebarkan di Piring Nasi Goreng kita. Si Mang Nasi Goreng itu berjalan
menuju gue “Nih A, Nasi Goreng nya.” Gue menerima 2 piring itu, dengan tangan setengah
gemetar.
Gue memberikan satu Piring ke Friska. Dan kita
berdua pun makan, di tengah-tengah lautan ababil-ababil yang lagi pada
foto-foto narsis di depan bangunan tua Asia Afrika, gue lagi bingung dan panik.
Apa gue harus bilang ini ke dia atau engga
ya.? Tanya gue dalam hati, jelas. Gue mau-nya bilang ke dia, cuman yaitu.
Gue ngerasa kayak bakal ada yang mati kalo gue bilangin perasaan gue ke Dia.
Ini ngeri banget. Tapi, perlahan gue mulai memberanikan diri.
“Hmm.. Friska.”
“Hmm.. Kenapa jazz.” jawab Friska, dia menaruh
Piring itu di kaki nya, lalu mengangkat rambut nya dengan tangan kiri-nya yang
menyenggol salah satu kerupuk di Piring.
“Hmm, gini, Hahh.. dari cara aku ngomong aja, kamu
pasti tau kan.? Aku mau ngomongin apaan.?” Kata gue, yang gue rasa saat ini, gue butuh Ambulance
yang siap menjaga gue.
“Apa toh jazz.. haha santai-santai.” Jawab Friska
sambil ketawa kecil.
“Hahh… hahh… gini, ini, udah berapa lama kita
kenal, aku engga tau..” gue berhenti sejenak, lalu mengambil minuman botol di
sebelah gue, untuk menenangkan diri gue sedikit. “Tapi yang jelas, sekarang
yang terjadi. Aku suka sama kamu.” Gue menghela nafas.
“Ini sebenernya udah lama.. bahkan sejak pertama
kali ketemu, yaiyalah, mana ada cowok mau kenalan sama cewek kalo dia engga
suka sama cewek itu kan. Dan kamu tahu gimana rasa-nya, pas aku tahu kalo kamu
engga punya pacar, itu tuh. Kayak aku berhasil dapetin Messi di Fifa Ultimate
Team, bahkan bisa di bilang lebih dari itu, ya mungkin kamu engga ngerti ya,
gimana rasa nya dapetin Messi di Fifa Ultimate Team karena kamu cewek.” Gue
berhenti sejenak, sambil menyedot habis minuman gue. Oke langsung to the Point pikir gue.
“Dan setelah semua yang gue lakuin buat lebih deket
sama kamu, ya, mungkin ini saat nya buat aku minta kamu, Jadi pacar aku,
Friska.” Saat ini, gue merasa kalo jantung gue udah lepas dari badan gue.
Sempat terjadi jeda keheningan antara gue sama
Friska, yang seharus nya kalo di FTV ini udah ada lagu ST12 mengiringi
keheningan. “Hahh..” Friska menarik nafas panjang, lalu melihat ke jalanan Asia
Afrika yang ramai lancar pada saat itu. “Gimana ya.. sebenernya, kamu itu Lucu, Friendly, Penyayang, Baik.
Sampai-sampai banyak yang ngira kamu Homo. Dan menurut aku, itu tuh tipe cowok
kesukaan cewek banget.” Yang bener aja jawab gue dalam hati. Otak gue sudah siap
menghafalkan lagu D’Masiv dan ST12 untuk gue nyanyikan kalo seandainya gue
ditolak.
“Kayaknya….” Friska menghentikan ucapan nya, lalu
kembali mengalihkan pandangan nya ke Jalanan. Namun, beberapa detik kemudian,
dia langsung melihat kearah gue. “Kayaknya… Kamu tuh… sebenernya.. lebih asik
buat dijadiin temen.. jadi..”
“Haha..” gue memotong kalimat akhir Friska, karena
buat apa juga, gue udah tau jawaban-nya. “Jadi temen aja dulu kan.. hahah..
udah sering aku kayak gini, UDAH PRO HAHA. Haha. Haha.” Lanjut gue.
Friska memalingkan wajah nya ke arah jalanan,
begitu juga gue. kita sama-sama diam, sama-sama kemakan kecanggungan, dan
malahan, semua terasa kayak semakin canggung malah semakin baik. Setelah cukup
lama kita saling berdiam diri. Gue yang mulai diserang capek mau pulang aja.
“Pulang yuk..” kata gue. setelah itu gue mengantar Friska pulang kerumah nya,
di perjalanan pun, kita engga ngomong apa-apa. Sesampainya di Rumah, Friska
turun dari motor gue, dia menaruh Helm gue di jok. “Sorry ya..” kata Friska
dengan nada lemas.
“Halahh, gak papa kok.” Jawab gue.
Akhirnya, setelah gue sampai di rumah. Karena udah
saking sering-nya, gue udah gak ada Galau-galau-an lagi. Gue harap, akan ada
suatu hari dimana, cowok-cowok bad-boy itu menjadi Homo semua, supaya nice guys kayak kita bisa dapetin cewek.
entah siapa yang pertama kali merubah cowok dimata cewek, hingga
semua nya jadi se-kacau ini.
Malahan dalam kasus ini, kalo gue lihat dari apa
kata-kata Friska sebelum nya, gue bukan hanya di Friendzone-in, tapi di
Anjing-zone-in.
Di-mata cowok, kalimat “Kapan ya.? Kita bisa
punya pacar yang Baik, Pengertian, Peduli.” Malah jadi omong kosong. Dan anggapan bahwa
cowok baik Homo pun semakin kuat. Penderitaan cowok pun semakin bertambah Dunia
dan Akhirat.
Lalu akankah ada hari dimana Cewek akan menyukai Nice Guys, entah lah kawan. Tidak ada satu
pun manusia yang tahu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar